The Boxtrolls, Heroes come in all shapes and sizes...even rectangles.

Pada tahun 2009, kesuksesan, kualitas dan nominasi Oscar yang diraih Caroline berhasil meroketkan nama Laika, sebuah studio stop-motion animation yang berbasis di Oregon. Salah satu aspek yang paling dikagumi dari animasi jenis ini tentu adalah kerumitan dan kesulitan proses pembuatannya yang memakan waktu lama. Tahap preproduction Coraline saja memakan waktu dua tahun ditambah masa syuting 18 bulan, dan Laika baru bisa menelurkan karya mereka selanjutnya, di tahun ParaNorman 2012. Masih tampil khas dengan nuansa gothic, gelap, dan tak jarang menyeramkan, Laika kini siap meluncurkan karya teranyarnya yang merupakan perpaduan antara teknologi dan stop-motion visual effect bertajuk The Boxtrolls .

Diadaptasi dari novel Here Be Monsters! feature film tulisan Alan Snow, perdana arahan duo sineasnya ini mengisahkan seorang anak laki-laki yatim piatu yang diberi nama Eggs (Hempstead- Wright) yang dibesarkan oleh para Boxtroll, makhluk penghuni bawah tanah yang gemar mengoleksi sampah. Kala keselamatan keluarganya terancam oleh Archibald Snatcher (Kingsley) yang berniat membasmi Boxtrolls, Eggs memutuskan untuk keluar dari bawah tanah dan berusaha menghentikan niat jahatArchibald dengan bantuan seorang gadisbernama Winnie (Fanning).

Lebih dari 20.000 properti dibuat dengan tangan untuk film ini, dengan paling banyak sekitar 30 orang animator yang bekerja secara kontinu pada masa syutingnya. Setiap animator bertanggungjawab untuk menghasilkan empat detik animasi setiap minggunya, dan jika setiap detik terdiri dari 24 footage frame, bayangkan betapa melelahkannya untuk membuat yang The Boxtrolls berdurasi 87 menit (tanpa ) dan credits terdiri dari 125.280 . Dengan proses frame pengembangan bertahun-tahun dan proses syuting yang memakan waktu satu setengah tahun, dedikasi dan kesabaran para kreatornya saja sudah pantas untuk mendapat penghargaan tersendiri, dan hasilnya adalah animasi yang begitu dinamis, mendetail, dan hidup.

Para voice actor-nya yang terdiri dari aktor dan aktris papan atas juga mengaku tertantang untuk menghidupkan para karakter masingmasing lewat akting suara mereka. Contohnya, Elle Fanning – mengikuti jejak sang kakak yang pernah menyuarakan Coraline – harus mempelajari aksen Inggris untuk menghidupkan tokoh Winnie, dan Ben Kingsley sendiri bahkan khusus meminta kursi malas untuk menjalani tahap rekaman sambil berbaring, agar ia dapat bebas memainkan aksen dan suara perutnya dalam keadaan rileks.

Di balik persembahan kemasan visualnya yang begitu menawan, studio yang tengah berniat untuk mulai memproduksi satu film setiap tahunnya ini masih menargetkan pasarnya pada para orangtua dan anak-anak dengan tetap mempertahankan tema kekeluargaan yang akrab dengan audiens. Jika anak-anak akan tenggelam dalam kisah imajinatif dan para karakternya yang lucu, penonton yang lebih dewasa akan menangkap makna yang jauh lebih dalam, yaitu bagaimana para filmmaker menyisipkan kesadaran akan realitas berbagai macam bentuk keluarga yang kini kian banyak dijumpai dalam masyarakat, dari keluarga dengan orangtua tunggal hingga yang sesama jenis.

Co-director Anthony Stacci menambahkan bahwa mereka tidak ingin menceramahi penonton dengan pelajaran-pelajaran moral, namun elemen realitas ini menurutnya tak dapat dihindari dalam sebuah film mengenai anak laki-laki berusia 11 tahun yang berusaha menemukan tempatnya di dunia ini, namun dipandang miring oleh orang-orang lain yang menilai keluarganya sebagai monster-monster jahat. Dengan muatan pesan yang peka pada kenyataan, balutan kisah imajinatif yang menawan, dan visualisasi unik nan mumpuni buah kerja keras panjang, siap The Boxtrolls kembali membuktikan keunggulan animasi Laika, yang walau tidak identik dengan pendapatan kelas , namun blockbuster memiliki ciri khas dan daya tarik tersendiri yang tak dimiliki film-film lain dalam genrenya. [loetea]



The Boxtrolls, Heroes come in all shapes and sizes...even rectangles.